Mungkin Besok, Tuhan?
Ada beberapa masa di mana kamu merasa bahwa kamu sudah menemukan seseorang yang mengerti dan bisa diajak tertawa bersama. Dalam ratap, dalam tawa, dalam sepi. Pada masa-masa itu, kamu merasa independensimu menghilang, luntur, tak lagi menapak. Seakan-akan jika tidak ada sosoknya dalam harimu, gerhana terasa hadir. Gelap. Tidak berjiwa. Kamu pun duduk memerhatikan sekitar. Melihat sekelilingmu dengan mudahnya melanjutkan hari bersama dengan pribadi baru. Bersama dengan wajah baru untuk meratapi dan menertawakan kehidupan. Semudah itukah, bahteramu berpindah labuh? Ingin. Aku berharap aku bisa semudah itu menaikan jangkar dan berlayar menjauh. Namun, malam penuh tawa itu masih terus hadir dalam angan. Wajah lelahmu masih terus terbayang. Musikmu masih selalu aku dengarkan setiap malam. Bagaimana bisa aku melepaskan diri dari semua hari di mana kamu hadir? Ada malam di mana aku meringis menahan genangan air mata. Aku ingin menceritakan segala yang terjadi sejak pagi, tapi kamu ...