Mungkin Besok, Tuhan?


Ada beberapa masa di mana kamu merasa bahwa kamu sudah menemukan seseorang yang mengerti dan bisa diajak tertawa bersama. Dalam ratap, dalam tawa, dalam sepi.
Pada masa-masa itu, kamu merasa independensimu menghilang, luntur, tak lagi menapak. Seakan-akan jika tidak ada sosoknya dalam harimu, gerhana terasa hadir. Gelap. Tidak berjiwa.
Kamu pun duduk memerhatikan sekitar. Melihat sekelilingmu dengan mudahnya melanjutkan hari bersama dengan pribadi baru. Bersama dengan wajah baru untuk meratapi dan menertawakan kehidupan. Semudah itukah, bahteramu berpindah labuh?
Ingin. Aku berharap aku bisa semudah itu menaikan jangkar dan berlayar menjauh. Namun, malam penuh tawa itu masih terus hadir dalam angan. Wajah lelahmu masih terus terbayang. Musikmu masih selalu aku dengarkan setiap malam. Bagaimana bisa aku melepaskan diri dari semua hari di mana kamu hadir?
Ada malam di mana aku meringis menahan genangan air mata. Aku ingin menceritakan segala yang terjadi sejak pagi, tapi kamu tidak ada. Hingga aku akhirnya mengambil kitab untuk kubaca, agar hatiku terasa lebih tenang. Ah, tapi genangan air mata itu justru meluncur tak tertahankan begitu doaku kepada Tuhan selesai kupanjatkan.
Tuhan, aku rindu. Rindu sekali.
Sahabatku pernah berkata, “Devita, orang yang pergi adalah orang yang akan merasakan penyesalan.”
Tuhan, sahabatku benar. Aku dulu bodoh. Tidak bisa diriku yang dulu memahami apa yang aku rasa, apa yang aku ingin, hingga aku akhirnya menjauh dan dia pun hilang. Padahal, seharusnya tidak seperti itu. Seharusnya, aku bisa tetap berada dalam kehidupannya sebagai sahabat, sebagai teman untuk berbagi cerita dan tawa, sebagai teman untuk duduk bersama di sudut kedai sembari mengisi sore.

Diriku yang sekarang, hanya mampu duduk termenung di ujung dermaga. Tak punya tenaga dan angan untuk kapalku berpindah pelabuhan. Mungkin besok aku mampu untuk mengangkat jangkar, Tuhan? Tapi, untuk hari ini, biarkan aku menyepi ditemani alunan nada darinya. Karena, hanya nada-nada tersebut yang tersisa.

Comments

Popular posts from this blog

Ramadan adalah Tentang Kembali Kepada Diri Sendiri

Berserikat di Tanah Rantau

Laylatul Qadr: Malam Penuh Renungan