Coretan Orang Neduh
Rintik hujan tidak pernah sesendu sore ini
Awan lepas segala yang membelenggu nurani
Tidak peduli pada insan yang berlarian menggenggam mawar
Tidak peduli padaku yang berduka karena memendam begitu banyak prosa
Cemburu rasanya aku melihat kenaifan sang maha putih
Ia tahu kapan harus melepas segala beban
Tidak ada perkara ia sembunyikan
Demi insan semesta, kilahnya, agar nadi kami tetap dapatkan haknya
Sesak, Tuan, ketika kami harus mengubur bait dalam-dalam
Demi kebaikan orang terkasih, kilah kami
Tidak ingin pundaknya terbebani dengan senandung yang belum tentu mengalir dalam satu frekuensi
Karenanya, Tuan, beri padaku segenggam nada bijakmu
Agar asaku paham kapan harus berucap pula kapan harus ku bersembunyi dalam ratap
Hasil neduh di halte stasiun pondok cina.
Sabtu sore, 6 Februari 2016
Awan lepas segala yang membelenggu nurani
Tidak peduli pada insan yang berlarian menggenggam mawar
Tidak peduli padaku yang berduka karena memendam begitu banyak prosa
Cemburu rasanya aku melihat kenaifan sang maha putih
Ia tahu kapan harus melepas segala beban
Tidak ada perkara ia sembunyikan
Demi insan semesta, kilahnya, agar nadi kami tetap dapatkan haknya
Sesak, Tuan, ketika kami harus mengubur bait dalam-dalam
Demi kebaikan orang terkasih, kilah kami
Tidak ingin pundaknya terbebani dengan senandung yang belum tentu mengalir dalam satu frekuensi
Karenanya, Tuan, beri padaku segenggam nada bijakmu
Agar asaku paham kapan harus berucap pula kapan harus ku bersembunyi dalam ratap
Hasil neduh di halte stasiun pondok cina.
Sabtu sore, 6 Februari 2016
Comments
Post a Comment