Jembatan Lain

Saya adalah tipe orang yang jika sudah nyaman dengan sesuatu, susah sekali bagi saya untuk berpindah ke lain hal. Bahasa gaulnya itu, susah move on haha. Bahkan, saya pernah dijadikan 'bahan penelitian' sama teman saya yang mahasiswa psikologi UI perihal sikap saya yang tidak bisa berpindah jika sudah terlalu nyaman dengan sesuatu.

Yang paling parah sih kelihatannya ketika saya SD-SMA dulu. Selama 7 tahun, saya suka sama orang yang sama. Tidak bisa berpindah ke lain hati. Walaupun dia sempat punya pacar, walaupun saya sempat ke Amerika selama satu tahun, tetap saja dia adalah orang pertama yang ada dalam benak saya ketika saya sedang melamun.

Orang-orang mungkin menyebut hal ini sebagai kesetiaan. Orang-orang mungkin menganggap ini adalah hal yang keren. Tanpa mereka tahu, betapa berat dan menderitanya I can be karena sifat saya yang sangat susah untuk berpindah ke lain hati. Saya seperti memakai kacamata kuda. Sekali saya jatuh hati, hanya orang itu yang akan saya lihat.

Sejak dulu, ada beberapa orang yang mendekat, menghampiri, dan saya tahu mereka semua adalah pria yang baik. Namun, karena hati saya sudah terlanjurt terpaut, perhatian yang mereka berikan pun saya elakkan begitu saja. Sehingga beberapa pria pun menyerah dan akhirnya berpindah haluan kepada wanita lain.

Melihat mereka bersama dengan panutan hati mereka yang baru, saya merasa lega sekaligus iri. Saya merasa lega karena mereka akhirnya mampu berbahagia tanpa saya dan mampu menemukan wanita yang mampu mencintai mereka dengan baik. Namun, saya merasa iri. Bagaimana caranya mereka bisa berpindah hati semudah itu, sementara saya butuh bertahun-tahun untuk bisa berpindah ke lain hati?

Saya juga mau bisa move on secepat itu. Pasti rasanya tidak akan sesakit dan sebingung ini. Menurut saya, being able to move on fast is a blessing. Kalian akan paham betapa blessingnya hal tersebut jika kalian memiliki kesulitan yang serius seperti saya.

Ah, andai saya bisa mengubah haluan hati saya semudah itu.

Comments

Popular posts from this blog

Laylatul Qadr: Malam Penuh Renungan

Ramadan adalah Tentang Kembali Kepada Diri Sendiri

Berserikat di Tanah Rantau