Berserikat di Tanah Rantau

Mari kita berkumpul, sebelum itu dilarang. Mari kita berekspresi, membaca buku, dan menonton film, sebelum semua itu dilarang. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul termasuk dalam Hak Asasi Manusia, yang kelihatannya mulai tergerus di Republik Indonesia. Lalu, bagaimana dengan kemerdekaan berserikat para diaspora?

 

Menurut Rustam Ibrahim, kategorisasi organisasi masyarakat sosial (OMS) di Indonesia terbagi ke dalam 19 jenis kelompok, di mana salah satunya adalah kelompok pengajian; antara lain majelis taklim dan paroki.

 

Kemerdekaan berserikat para diaspora tentu dipengaruhi oleh hukum dan tata negara residensi masing-masing. Bersyukurlah bagi diaspora Indonesia yang menetap di Australia, karena kemerdekaan berserikat pun dilindungi di sini:

 

The right to freedom of association protects the right of all persons to group together voluntarily for a common goal and to form and join an association. Examples are political parties, professional or sporting clubs, non-governmental organisations, and trade unions.

 

Ayo, jangan kita terima kesempatan berserikat ini for granted, karena di Indonesia saja, kebebasan berserikat mulai berada di bawah ancaman.

 

Pembatasan yang kabur dan dengan kata-kata yang lentur dalam UU Ormas meninggalkan pintu terbuka bagi organisasi yang mengkritisi kebijakan dan praktek hak asasi manusia pemerintah untuk dihentikan sementara atau dibubarkan.  Sebagai contoh, acara nonton bareng film Eksil di Samarinda dan pengajian Ustadz Syafiq Riza Basalamah di Gunung Anyar dibubarkan, padahal kegiatan kajian seharusnya dilindungi undang-undang.

 

Bagi rekan-rekan diaspora, once again, let’s not take things for granted. Ayo berserikat selagi mampu. Bisa dimulai dengan datang kajian di tempat ibadah masing-masing, misalnya pengajian bagi kaum Muslimin; ada KIA, MIIAS, dan AIDSA untuk perkumpulan diaspora Indonesia, pun ada banyak kelompok kajian lain yang tersebar di berbagai masjid di SA. Teman-teman pemeluk agama lain pun bisa mengikuti kajian di tempat ibadah masing-masing. Bagi students, tentu ada banyak serikat mahasiswa di universitas masing-masing.

 

Masjid dan gereja bukan hanya tempat ibadah, ia seharusnya juga menjadi pusat pergerakan. Dalam pengajian, umat mendapat kesempatan untuk berkumpul dan berdiskusi; tidak hanya tentang agama, namun juga tentang berbagai hal dan ide yang muncul dalam masyarakat.

 

Semoga langkah dan hati kita senantiasa diringankan untuk berserikat dan berdiskusi, demi menjaga masyarakat dari ancaman erosi demokrasi.


Adelaide, 27 Februari 2024

Comments

Popular posts from this blog

Ramadan adalah Tentang Kembali Kepada Diri Sendiri

Laylatul Qadr: Malam Penuh Renungan